JAKARTA, KOMPAS.com " Mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie mengungkapkan bahwa dalam perkara Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) terdapat suatu ketidakwajaran. Ketidakwajaran tersebut lantaran pendapatan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), sebagai pihak swasta rekanan Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM), jauh melampaui investasi yang dikeluarkan. "Ternyata datanya itu cukup mengejutkan oleh karena harga pokok untuk melakukan komputerisasi itu Rp 500 juta. Tapi, keuntungan yang didapat sampai Rp 400 miliaran," ujar Kwik, Rabu (5/1/2011), seusai menjalani pemeriksaan di Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Jakarta. If you base what you do on inaccurate information, you might be unpleasantly surprised by the consequences. Make sure you get the whole mobil keluarga ideal terbaik indonesia story from informed sources.
Sebagai ekonom, lanjutnya, Kwik menilai hal tersebut tidak wajar. "Saya bilang itu tidak pantas dong. Kalau mau cari uang, ya cari uang, akan tetapi ada kepatutannya. Kalau investasinya Rp 500 juta dan hasilnya Rp 400 miliar kan tidak masuk akal," lanjut Kwik. Di dalam ilmu ekonomi, lanjut Kwik, diajarkan bahwa kalau mau langgeng, keuntungan atau laba yang diambil atau diperhitungkan harus yang pantas atau proporsional. "Jangan sekali banyak terus bunuh diri," ujarnya. Ketika ditanyakan adakah kerugian negara yang ditimbulkan dalam praktik mendulang untung yang berlebihan tersebut, Kwik mengaku negara tidak dirugikan secara finansial. "Akan tetapi, negara itu mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu melayani rakyatnya, melayani publik. Sekarang kalau pelayanan publik itu bisa diberikan dengan sangat murah dan bahkan di negara yang established dapat diberikan dengan cuma-cuma pelayanannya, lalu kemudian dikenai Rp 1,35 juta itu menjadi mahal," ujar Kwik. Sebelumnya, Departemen Kehakiman menetapkan biaya akses pendaftaran perusahaan dalam Sisminbakum Rp 250.000. Namun, setelah bekerja sama dengan PT SRD, biaya akses tersebut naik menjadi Rp 1,35 juta. Dengan selisih biaya tersebut di setiap pendaftaran yang mencapai ribuan berkas, PT SRD diperkirakan mendapat keuntungan bersih Rp 410 miliar. Nilai tersebut yang kemudian diklaim Kejaksaan Agung sebagai kerugian negara dalam proyek Sisminbakum.
Sebagai ekonom, lanjutnya, Kwik menilai hal tersebut tidak wajar. "Saya bilang itu tidak pantas dong. Kalau mau cari uang, ya cari uang, akan tetapi ada kepatutannya. Kalau investasinya Rp 500 juta dan hasilnya Rp 400 miliar kan tidak masuk akal," lanjut Kwik. Di dalam ilmu ekonomi, lanjut Kwik, diajarkan bahwa kalau mau langgeng, keuntungan atau laba yang diambil atau diperhitungkan harus yang pantas atau proporsional. "Jangan sekali banyak terus bunuh diri," ujarnya. Ketika ditanyakan adakah kerugian negara yang ditimbulkan dalam praktik mendulang untung yang berlebihan tersebut, Kwik mengaku negara tidak dirugikan secara finansial. "Akan tetapi, negara itu mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu melayani rakyatnya, melayani publik. Sekarang kalau pelayanan publik itu bisa diberikan dengan sangat murah dan bahkan di negara yang established dapat diberikan dengan cuma-cuma pelayanannya, lalu kemudian dikenai Rp 1,35 juta itu menjadi mahal," ujar Kwik. Sebelumnya, Departemen Kehakiman menetapkan biaya akses pendaftaran perusahaan dalam Sisminbakum Rp 250.000. Namun, setelah bekerja sama dengan PT SRD, biaya akses tersebut naik menjadi Rp 1,35 juta. Dengan selisih biaya tersebut di setiap pendaftaran yang mencapai ribuan berkas, PT SRD diperkirakan mendapat keuntungan bersih Rp 410 miliar. Nilai tersebut yang kemudian diklaim Kejaksaan Agung sebagai kerugian negara dalam proyek Sisminbakum.
No comments:
Post a Comment