Monday, May 9, 2011

Pemerintah Didesak Revisi UU Terorisme

info mutakhir tentang
tidak selalu hal yang termudah untuk mencari. Untungnya, laporan ini mencakup
info terbaru yang tersedia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan draf RUU Intelijen dan merevisi UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurutnya, desakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak kepada intelijen dan kepolisian untuk bertindak pro aktif menangani berbagai aksi teror yang saat ini sudah semakin mengkhawatirkan.

"Jika kita mempunyaifungsi intelijen yang kuat, berbagai aksi teror dapat ditekan, dan penetrasi-penetrasi gerakan yang mengancam ideologi bangsa bisa dideteksi secara dini," ujar Hendardi kepada wartawan di Kantor Setara Institute, Jakarta, Senin (9/5/2011).

Namun, menurut Hendardi, beberapa pertimbangan perlu dilakukan oleh pemerintah sebelum melakukan pengesahan dan merevisi kedua UU tersebut. Misalnya, dalam RUU Intelijen, ia menganggap, pemerintah harus lebih cermat dalam mengkaji aturan-aturan yang akan dimuat, agar tidak menyalahi tugas dan wewenang antara intelijen dan aparat kepolisian dalam memberantas kasus-kasus terorisme.

Jika fakta
Anda out-of-date, bagaimana yang mempengaruhi tindakan dan keputusan? Pastikan Anda tidak membiarkan slip
informasi penting oleh Anda.

"Selain itu, masalah akuntabilitas intelijen juga harus diperhatikan. Karena meski pun belum ada standar internasional tentang bagaimana sebuah badan kerja intelijen, tapi ada kesepakatan internasional bahwa dalam menjalankan kerjanya, harus menghormati nilai-nilai demokrasi, melindungi keamanan nasional, dan menghormati hak asasi manusia," jelasnya.

Adapun, lanjut Hendardi, revisi UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dimaksudkan untuk mengorientasikan dan menopang kerja-kerja preventif pemberantasan terorisme. Ia menilai, dalam UU tersebut, masih banyak terdapat kelemahan.Ia mencontohkan, seperti dalam salah satu pasal 13 B dalam UU tersebut yang menyebutkan seseorang menyebarkan kebencian yang dapat mendorong orang, memengaruhi orang atau merangsang terjadinya terorisme dapat dikenakan dipidanakan paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

"Rumusan itu memang bagus, tapi sangat membahayakan jaminan kebebasan berekspresi, berserikat, dan mengeluarkan pikiran. Karena, tidak semua tindakan intoleransi dikualifikasikan sebagai tindakan terorisme. Yang bisa dipastikan, bahwa penyebaran kebencian itu bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana," terangnya.

Oleh karena itu, lanjut Hendardi, pemerintah harus mencermati muatan-muatan dalam materi kedua UU tersebut. Ia juga menyarankan agar pemerintah melibatkan berbagai pihak seperti LSM dan instansi-instansi terkait dalam pelaksanaannya.

"Agar kedua UU tersebut dapat menjadi UU yang berkualitas, untuk menjamin rasa aman masyarakat saat ini yang sudah semakin diresahkan oleh berbagai masalah-masalah teror, keamanan di negara ini," pungkasnya.

Luangkan waktu untuk mempertimbangkan poin-poin di atas. Apa yang Anda pelajari dapat membantu Anda mengatasi keraguan Anda untuk mengambil tindakan.

No comments:

Post a Comment