, maka Anda harus melihat pada informasi berikut. Artikel ini mencerahkan menyajikan beberapa berita terbaru tentang masalah
.
JAKARTA, KOMPAS.com " Pemerintah sebenarnya memiliki celah untuk meloloskan para tenaga kerja Indonesia dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan pendampingan hukum serta diplomasi ketika proses peradilan masih berlangsung. Menurut anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, pemerintah harus dapat melakukan pendampingan hukum kepada TKI secara makisimal sejak awal persidangan. Yang tak kalah penting adalah mengoptimalkan upaya diplomasi ketika proses peradilan masih berlangsung. Diplomasi dapat dilakukan dengan cara melobi pihak keluarga untuk memaafkan sebelum membuat keputusan di pengadilan. Upaya lobi juga perlu dilakukan terhadap tokoh dan pemuka agama yang memiliki pengaruh besar di sana. "Di Arab Saudi, negosiasi itu merupakan bagian dari keadilan dan musyawarah yang dijunjung tinggi. Jadi tidak cukup jika hanya melakukan pendekatan formal. Perlu dilakukan pendekatan kekeluargaan. Misalnya, dengan melobi tokoh-tokoh dan ulama. Karena di sana mereka juga sangat dihargai," ujar Hidayat di Jakarta, Sabtu (25/6/2011). Informasi tentang
disajikan di sini akan melakukan salah satu dari dua hal: baik itu akan memperkuat apa yang anda ketahui tentang
atau akan mengajari Anda sesuatu yang baru. Keduanya hasil yang baik.
"Di sini, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebagai pemimpin negara punyaperanan penting. Beliau dapat melakukan negosiasi langsung denganraja Arab Saudi agar mereka mau melobi keluarga korban, untuk memaafkantenaga kerja kita di sana agar lolos dari hukuman mati," imbuhnya. Menanggapi rencana pembentukan Satgas Khusus TKI, lanjut Hidayat, jika memang nanti benar direalisasikan, satgas itu harus diisi dengan orang yang benar-benar memahami kultur hukum dan masyarakat di Arab Saudi. Hal itu dilakukan agar tim khusus tersebut tidak terkesan hanya menjadi upaya pelemparan masalah. "Moratorium (pemberhentian sementara TKI) juga jika ingin diterapkan harus serius. Dan walaupun memang harus mengirimkan TKI, sebelum berangkat itu, TKI harus dibekali dengan keterampilan dan pemahaman yang cukup mengenai hukuman-hukuman yang berlaku disana," tukasnya. Perdebatan mengenai sistem eksekusi hukuman mati di Arab Saudi bukanlah hal baru. Namun, perdebatan itu kembali mencuat setelah hukuman mati yang menimpa Ruyati. Berdasarkan data Migrant Care, Ruyati merupakan orang ke-28 yang dipancung pada tahun ini di negeri yang banyak disebut menganut sistem hukum ultrakonservatif itu. Pemerintah Indonesia mengecam keras hukuman mati itu. Pasalnya, informasi mengenai eksekusi hukuman tersebut sebelumnya tidak diberitahukan kepada KBRI di Arab Saudi. Pihak Arab Saudi memberi tahu setelah eksekusi selesai. Bahkan, keluarga Ruyati pun baru diberi tahu sehari setelah eksekusi dilakukan. "Saya sudah 13 tahun di sana, memang sering eksekusi itu tidak diberitahukan. Akan tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengintervensi kedaulatan hukum sebuah negara. Yang bisa kita lakukan adalah terus melakukan berbagai cara dan upaya untuk membenahi hak-hak atas TKI dan keselamatan mereka semua, di samping terus membangun kerja sama dengan negara bersangkutan agar kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depannya nanti," papar Hidayat.
disajikan di sini akan melakukan salah satu dari dua hal: baik itu akan memperkuat apa yang anda ketahui tentang
atau akan mengajari Anda sesuatu yang baru. Keduanya hasil yang baik.
"Di sini, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebagai pemimpin negara punyaperanan penting. Beliau dapat melakukan negosiasi langsung denganraja Arab Saudi agar mereka mau melobi keluarga korban, untuk memaafkantenaga kerja kita di sana agar lolos dari hukuman mati," imbuhnya. Menanggapi rencana pembentukan Satgas Khusus TKI, lanjut Hidayat, jika memang nanti benar direalisasikan, satgas itu harus diisi dengan orang yang benar-benar memahami kultur hukum dan masyarakat di Arab Saudi. Hal itu dilakukan agar tim khusus tersebut tidak terkesan hanya menjadi upaya pelemparan masalah. "Moratorium (pemberhentian sementara TKI) juga jika ingin diterapkan harus serius. Dan walaupun memang harus mengirimkan TKI, sebelum berangkat itu, TKI harus dibekali dengan keterampilan dan pemahaman yang cukup mengenai hukuman-hukuman yang berlaku disana," tukasnya. Perdebatan mengenai sistem eksekusi hukuman mati di Arab Saudi bukanlah hal baru. Namun, perdebatan itu kembali mencuat setelah hukuman mati yang menimpa Ruyati. Berdasarkan data Migrant Care, Ruyati merupakan orang ke-28 yang dipancung pada tahun ini di negeri yang banyak disebut menganut sistem hukum ultrakonservatif itu. Pemerintah Indonesia mengecam keras hukuman mati itu. Pasalnya, informasi mengenai eksekusi hukuman tersebut sebelumnya tidak diberitahukan kepada KBRI di Arab Saudi. Pihak Arab Saudi memberi tahu setelah eksekusi selesai. Bahkan, keluarga Ruyati pun baru diberi tahu sehari setelah eksekusi dilakukan. "Saya sudah 13 tahun di sana, memang sering eksekusi itu tidak diberitahukan. Akan tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengintervensi kedaulatan hukum sebuah negara. Yang bisa kita lakukan adalah terus melakukan berbagai cara dan upaya untuk membenahi hak-hak atas TKI dan keselamatan mereka semua, di samping terus membangun kerja sama dengan negara bersangkutan agar kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depannya nanti," papar Hidayat.
No comments:
Post a Comment