Wednesday, August 24, 2011

Arena Perdagangan Kepentingan Politik

Jika Anda sungguh-sungguh tertarik untuk mengetahui tentang
, Anda harus berpikir melampaui dasar-dasar. Artikel informatif mengambil melihat lebih dekat hal yang perlu Anda ketahui tentang
.
JAKARTA, KOMPAS.com - Produk legislasi ditengarai menjadi arena perdagangan kepentingan politik yang pragmatik dan oportunistik. Akibatnya negara tidak mempunyai politik perundangan-undangan, sebagai infrastruktur kebijakan politik guna mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.

Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, di Jakarta, Rabu (24/8/2011), mengatakan, perundang-undangan mulai dari undang-undang sampai dengan peraturan daerah di Indonesia, disusun atas dasar transaksi politik dan kepentingan golongan.

"Oleh karena itu perundang-undangan menjadi hutan belantara peraturan, yang tumpang tindih dan sarat dengan kepentingan subyektif kelompok-kelompok kekuatan politik," kata Kristiadi yang menjadi pembicara dalam Diskusi Peta Masalah Bangsa, Tantangan Demokrasi dan Pembangunan Keadilan.

Lihat berapa banyak Anda dapat belajar tentang
ketika Anda mengambil sedikit waktu untuk membaca sebuah artikel baik diteliti? Jangan lewatkan pada sisa informasi yang besar ini.

Menurut Kristiadi, negara praktis macet dan terkunci berbagai kepentingan yagn saling menyandera, karena struktur kekuasan yang dirajut dengan nafsu keserakahan.

"Manajemen pemerintahan semakin parah, karena politik citra menjadi pola pengelolaan kekuasaan yang mengutamakan kepalsuan dari pada efektivitas pemerintahan," katanya.

Selain tak punya politik perundangan yang bisa membawa kesejahteraan rakyat, politik anggaran saat ini juga dinilai tak berpihak pada mayoritas rakyat.

Dalam dikusi yang sama, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno, mengungkapkan alokasi anggaran negara saat ini mencerminkan ketimpangan luar biasa.

Dari total nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mencapai Rp 1.400 triliun, 82,5 persen di antaranya dialokasikan untuk anggaran rutin seperti gaji pegawai negeri sipil. Padahal total jumlah pegawai negeri sipil hanya 2,5 persen dari total penduduk Indonesia.

Cukup mengetahui
untuk membuat padat, memotong informasi pilihan di atas faktor ketakutan. Jika Anda menerapkan apa yang baru saja belajar tentang
, Anda seharusnya tidak perlu khawatir.

No comments:

Post a Comment